Jumat, 31 Oktober 2008

Alif

Agung Purwantara

Segores alif
pada lautan tak bertepi
menjadi nyata
ketika adam diciptakan

Dia goreskan cinta
pada tanah dan air yang merindu
menjadi jiwa yang bergelora
mencari tegak pada samudra raya

Pada hati samudra itu bergelora
airnya bagai kaca yang bercahaya
pancaran tunggal sebentuk alif
menjadi cinta yang tersamar mata

Rindu ini tiada bertepi
hanya dia yang tahu rahasianya
pada bibir dan hati yang bicara
pada buku yang tertulis di sana
di kolong arsynya cinta itu tersembunyi

Alifnya menari
mengundang rindu untuk bertemu
hanya yang sejati kan sampai
pada pelukan alif sang empunya cinta

Surabaya, 28 Oktober 2008
SUMPAH PEMUDA

SATU NUSA
SATU BANGSA
SATU BAHASA
INDONESIA

JANGAN PERNAH LUPA!

Jumat, 05 September 2008

Rindu Perjumpaan

nada-nada mengalun
tembang suci asma ilahi
mengayun teguh
pada hati berlabuh

lagu rindu itu begitu syahdu
bagai sungai segar mengalir
membasah padang pasir
membasuh panas derita jiwa

langkah kakiku
menapak nada-nada rindu
sejauh jalan hanyalah engkau
lagu merdu yang selalu
memikat hatiku

pada setiap peristirahatan
begitu hangat buaian
tembang tembang kasmaran
dalam rengkuhan rahasia

wahai engkau yang menyenandungkan rindu
pada hatiku semerbak berbunga
lelah jiwa hilanglah sudah
demi mencium harumnya peristirahatan

jangan kau lenakan aku
pada peristirahatan yang hanya sementara
jangan kau tidurkan aku
dalam buaian tembang-tembang

aku rindu terus berjalan
bahkan melewati kematian
untuk berjumpa engkau
yang menghidupkan

Surabaya, 4 September 2008

Senin, 18 Agustus 2008

Lagu Para Pejuang

Untuk Para Pahlawan

kami yang menulis
hidoep ataoe mati
di tembok di ujung gang
tempat persembunyian

ya..kami sesekali memang lari
bukan kami takut mati

nyawa memang harus diselamatkan
karena kami tak tahu
apakah semangat itu tetap menyala
dalam dada putra-putra berikutnya

hidup kami harus panjang
sampai datang keyakinan
merdeka selamanya

hidup atau mati
adalah pilihan merdeka
tak rela rasa kami
hidup dalam injakan orang

kami lahir di tanah ini
minum dari airnya
makan dari hasilnya

sungguh tak berperi
bila mereka datang merampasnya
kami ini manusia merdeka
tiadalah kami rela dijajah

kamilah yang berteriak merdeka
sebagai semangat dari awalnya
tak pernahlah kami harus membungkuk
kepada orang yang dengan rakus menjarah

kami orang merdeka
dan akan begitu selamanya

biarlah badan berbasah darah
biarlah tulang berderak patah
biarlah nyawa tak berbadan
kami berpantang sesal

karena telah berdiri menantang

Surabaya, 11 Agustus 2008

Sabtu, 09 Agustus 2008

WAKTU CERMIN RINDU

Agung Purwantara

langit sudah diambang jingga
namun kau adalah penguasa

waktu adalah milikmu
yang kau cipta sebagai penanda
usia telah melanda mereka
yang tiada adanya kau adakan

demi waktu yang kau genggam
kesadaran seperti benih yang terpendam

hujan hidayah yang kuharapkan
menjawab tanyamu
siapakah yang menumbuhkan benih itu?

rinduku bagai tanah kering kemarau
bagai teriakan burung hudhud yang semakin parau

tiadalah upaya tanpa restu kau juga
membuatku sanggup menjaga cinta
meski tujuh samudra terayun langkah
tujuh gunung dilanda rindu

hatilah tahu
kaulah juga cinta itu
menggenggam waktu
yang kau tentu
memberi daya untuk melaju
menatap wajah yang terindu
kaulah penguasaku

KITAB CAHAYA

ketika kitab itu kau pahatkan di dada cahaya
sempurnalah apa yang mesti dibawanya
elok rupawan akhlak sempurna
bagai cermin awal hingga akhirnya

kaulah jua pemilik cerita
hikayat duka dan gembira
lebih halus dari yang halus

membaca angin dan awan
ayatmu berarak lebih dari mashriq hingga maghrib
bahkan pohon yang masyur itu
hanya bagian kecil dari ceritamu

tak satupun yang mampu menghitung
suara-suara yang bercerita
betapa agung yang menulisnya
pada lembaran cahaya
yang memancar mulia
semua tiada selain kau saja

Surabaya, 25 Juli 2008

Kamis, 17 Juli 2008

Munajat

MUNAJAT 1

Duhai..Engkau Yang Maha Kaya,
Yang Maha Sejahtera,
Yang Maha Melimpahi Karunia
Fakir ini menengadahkan tangan kepadaMu,
dengan segala hina mengaku dosa

Duhai Engkau Yang Maha Pengampun,
Yang Maha Pengasih,
Yang Maha Penyayang
Hamba yang hina ini mengakui kefakiran,
semua adalah kepunyaanMU

Tiada puja yang pantas aku panjatkan selain KeterpujianMu yang tiada tara
Hamba terlalu banyak menginkari karuniaMU

Betapa hina hamba yang menanggung segunung dosa
Jika bukan karena pengampunanMu melebihi semua dosa
Jika bukan karena kasihMu sudah tentu hamba tiadalah pantas sejahtera

Hamba berlindung kepadaMu dari kekuasaanMu yang menghinakan
Hamba berlindung kepadaMu dari kekuasaanMu yang mencelakakan
Wahai Yang Maha Mengamankan, sesungguhnya tiada yang aman dariMu
Selain yang Engkau lindungi, amankan hamba dari murkaMu

Engkaulah Yang Maha Kaya,
Yang Maha Mengampuni,
Yang Maha Menyelamatkan
PadaMu hamba menyerahkan segala urusan,
Engkaulah Yang Maha Tahu
Tiadalah ada padaku kepunyaan,
Engkaulah Yang Memiliki
Kembali padaMu hamba menyerahkan diri

MUNAJAT 2

Duhai..Yang Menghilangkan Duka
betapa rapuh hati yang tergores luka
hingga duka merajalela.

kepadaMu lah hamba memohon obat penawar
dari semua dukalara, dari semua luka jiwa

Engkaulah obat bagi jiwa yang menderita
Engkaulah Yang Maha Penggembira

karena Engkau, tawarlah segala racun duka
sembuhlah segala luka di jiwa

sembuh sebab Engkau saja

Surabaya, 16 Juli 2008

Rabu, 09 Juli 2008

Perjalanan

Entah, berapa ribu langkah sudah pena ini mengeja sejarah
Menuju kepastian kesadaran
Umur sudah berbilang
Doa-doa sudah dinyanyikan
Menjadi hiasan, bagai penjor penerang jalan

Entah sampai kapan
Harapan harus terus dikejar
Sampai kan datang keyakinan
Mantra-mantra suci
Menjadi hiburan disetiap peristirahatan
Sudah berapa kitab diselesaikan
Di setiap pemberhentian

Aku tidak bisa menyebutkan
Percuma kalau hanya menjadi pembicaraan
Langkah harus diayunkan
Doa harus dimadahkan
Mantra harus disemarakkan
Menggapai keyakinan
Bersama Sang Waktu
Yang sudah tentu

Lahir

Setiap hari kita dilahirkan
Setiap hari kita mengunjungi dunia ini
Setiap hari kita mencecap rasa
Setiap hari kita menyanyi suka
Setiap hari kita mencanda duka lara
Setiap hari....

Setiap hari kita dilahirkan
Setiap hari kita mengulang penciptaan
Setiap hari...

Setiap hari kita merasa surga
Setiap hari kita mencicipi neraka
Setiap hari kita berada pada antara
Setiap hari...

Setiap hari kita bertanya
Setiap hari kita mencari
Setiap hari kita temukan
Setiap hari...

Setiap hari kita dilahirkan
Untuk menjadi tanda terulangnya penciptaan
Menjadi tanda jalan-jalan yang ditempuh

Setiap hari kita dilahirkan
Untuk menjadi manusia sadar!

Surabaya, 10 Juli 2008

Selasa, 01 Juli 2008

Demi Jiwa yang Menyesali

Duhai dukalara yang menjadi warna
setelah kau gores dosa
pada kain putih menghitam jelaga
abu-abu sudah putihnya
meski mencuci seumur dunia
tanpa cinta-Nya
jejak-jejak langkah
pada pasir yang basah
selalu menjadi sejarah
meski sudah terjilat ombak musnah
kenangan itu akan selalu ada
betapa lara tak kan hapus jua
tanpa restu cinta kekasih
yang murah hati
duhai..bagaimana menghapus lubang
pada batu yang tertanam dalam dada
tanpa memecahnya berkeping jua
betapa sesal tak akan hilang
tanpa kasih cinta
Sang Murah yang bersumpah
demi jiwa yang menyesali diri

NUH

betapa lautan membumi
menjadi uji pada setiap pasang
yang terikat berahi
mengarungi luas tak berbilang
menjaring angin kuat menghempas
gemuruh rindu sauh pada pantai
betapa lama janji
bagi hati yang teruji
hanya sabar yang jadi kendali
bila lautan ini mampir ke gunung
puncak lautan itulah
awal kehidupan
dimana gelombang
menghempaskan rindu
pada pantai harapan
di puncak tursina
mutiara kehidupan bersarang
di sana perahu Nuh melempar sauh

Surabaya, 17 Juni 2008

Rabu, 25 Juni 2008

Untuk Manusia Pencerah

Untuk Manusia Pencerah

pada wajah-wajah itu terbayang
rona kebenaran yang menyejukkan
disana jelaga telah tersaput
air mengalir sejuk mereguk
matahari bersinar cerah merekah
tiada kata untuk berbeda
tentang warna cahayanya
kita hanya berdiri
pada arah yang tak sama
tetapi sinarnya bukanlah beda
kemana kau berpaling
di sana kau jumpa
cahaya cemerlang
dari sumbernya jua

Pengembara

setiap kali terjaga
sebenarnya waktu adalah sama
kemarin kini esok lusa
hanya sebutan memudahkan
yang menjadi tanda dalam ingatan
bahwa kita terus berjalan
dari sepi kepada ramai
lalu kembali ke awal kejadian
dengan membawa sekantong cerita
tentang segala yang berpasangan
seperti dua sisi mata uang
kita lalui gelap terang
kita rasai susah senang
kita jajagi hidup mati
untuk mengerti bahwa kita telah berjalan
dari sisi kembali ke sisi
menjadi manusia
yang tahu diri
pada waktu yang sama
kemarin kini esok dan lusa
sampai saatnya
kita kembali pada waktu yang abadi

Rindu Raja Si Murah Hati

burung pelatuk bekerja keras
meninggalkan nyanyi hiburan diri
meyakinkan sebatang kayu tua
bahwa kerasnya tidaklah seberapa
di sana, katanya, kuatnya badan bukanlah ukuran
dialah tahu seribu pohon telah berlubang
keteguhan bukanlah pada badan
teguhnya rindu menjadi kayu
tegaknya hati menancap bumi
menjulang langit perenungan diri
menggapai hakikat sejati
di sanalah Raja si Murah Hati

Hormatku kepada Sang Syaikh "Si Penebar Wangi"

Surabaya, 6 Juni 2008

Senin, 09 Juni 2008

Lalai, Rindu dan Ujian Cinta

LALAI
ini aku sungguh tak tahu diri
mengaku berdiri laga alif
menunduk ruku
menyungkur sujud
merendah hak
..........
hanya Engkau tempatku menyembah
hanya Engkau tempatku memohon
.........
sementara huruf dunia
masih tampak indah pada mata
butalah hati yang tertipu
telingalah tuli pekak tak tahu
ini aku sungguh tak tahu diri
dipinggir jahanam
masih saja mengimpi dunia
sering lupa hadap pada siapa

RINDU
kidung burung nyanyi rindu
kapan lepas sangkar kekar pagar badan
belenggu berat menggantung pikir
kebebasan terkunci diam
dalam baju terkancing rapat
burung itulah rinduku
pada bebas alam luas
tanpa tepi, hanya kuasa ilahi
tenggelam diri dalam samudra cinta
melayang pada awan tak terperi
tiada gundah
tiada resah
tiada duka
tiada suka
dengan kehendaknya
ingin bertemu

UJIAN CINTA
perahu berlayar menangkap angin
pada samudra penuh rahasia
pelaut menyelami air pada ilmu
memungut mutiara pada dasarnya
.........
janganlah sampai tertipu
ikan-ikan begitu merona
menambat hati yang terpesona
ganggang laut sediakan jerat
cinta palsu ajak binasa
jauh dari terang surya
tersuruk lelap dalam gulita
.........
teringatlah pada kisah
sang kekasih dalam derita
dalam gelap tiada terkira
40 hari lamanya
.........
siapkah seperti Yunus
sudahkah sedia
udara dalam dada
sampai kapankah bertahan
menunggu jawab dari doa
sang kekasih yang teruji cinta

Surabaya, 5 Juni 2008