Untuk Para Pahlawan
kami yang menulis
hidoep ataoe mati
di tembok di ujung gang
tempat persembunyian
ya..kami sesekali memang lari
bukan kami takut mati
nyawa memang harus diselamatkan
karena kami tak tahu
apakah semangat itu tetap menyala
dalam dada putra-putra berikutnya
hidup kami harus panjang
sampai datang keyakinan
merdeka selamanya
hidup atau mati
adalah pilihan merdeka
tak rela rasa kami
hidup dalam injakan orang
kami lahir di tanah ini
minum dari airnya
makan dari hasilnya
sungguh tak berperi
bila mereka datang merampasnya
kami ini manusia merdeka
tiadalah kami rela dijajah
kamilah yang berteriak merdeka
sebagai semangat dari awalnya
tak pernahlah kami harus membungkuk
kepada orang yang dengan rakus menjarah
kami orang merdeka
dan akan begitu selamanya
biarlah badan berbasah darah
biarlah tulang berderak patah
biarlah nyawa tak berbadan
kami berpantang sesal
karena telah berdiri menantang
Surabaya, 11 Agustus 2008
Senin, 18 Agustus 2008
Sabtu, 09 Agustus 2008
WAKTU CERMIN RINDU
Agung Purwantara
langit sudah diambang jingga
namun kau adalah penguasa
waktu adalah milikmu
yang kau cipta sebagai penanda
usia telah melanda mereka
yang tiada adanya kau adakan
demi waktu yang kau genggam
kesadaran seperti benih yang terpendam
hujan hidayah yang kuharapkan
menjawab tanyamu
siapakah yang menumbuhkan benih itu?
rinduku bagai tanah kering kemarau
bagai teriakan burung hudhud yang semakin parau
tiadalah upaya tanpa restu kau juga
membuatku sanggup menjaga cinta
meski tujuh samudra terayun langkah
tujuh gunung dilanda rindu
hatilah tahu
kaulah juga cinta itu
menggenggam waktu
yang kau tentu
memberi daya untuk melaju
menatap wajah yang terindu
kaulah penguasaku
KITAB CAHAYA
ketika kitab itu kau pahatkan di dada cahaya
sempurnalah apa yang mesti dibawanya
elok rupawan akhlak sempurna
bagai cermin awal hingga akhirnya
kaulah jua pemilik cerita
hikayat duka dan gembira
lebih halus dari yang halus
membaca angin dan awan
ayatmu berarak lebih dari mashriq hingga maghrib
bahkan pohon yang masyur itu
hanya bagian kecil dari ceritamu
tak satupun yang mampu menghitung
suara-suara yang bercerita
betapa agung yang menulisnya
pada lembaran cahaya
yang memancar mulia
semua tiada selain kau saja
Surabaya, 25 Juli 2008
langit sudah diambang jingga
namun kau adalah penguasa
waktu adalah milikmu
yang kau cipta sebagai penanda
usia telah melanda mereka
yang tiada adanya kau adakan
demi waktu yang kau genggam
kesadaran seperti benih yang terpendam
hujan hidayah yang kuharapkan
menjawab tanyamu
siapakah yang menumbuhkan benih itu?
rinduku bagai tanah kering kemarau
bagai teriakan burung hudhud yang semakin parau
tiadalah upaya tanpa restu kau juga
membuatku sanggup menjaga cinta
meski tujuh samudra terayun langkah
tujuh gunung dilanda rindu
hatilah tahu
kaulah juga cinta itu
menggenggam waktu
yang kau tentu
memberi daya untuk melaju
menatap wajah yang terindu
kaulah penguasaku
KITAB CAHAYA
ketika kitab itu kau pahatkan di dada cahaya
sempurnalah apa yang mesti dibawanya
elok rupawan akhlak sempurna
bagai cermin awal hingga akhirnya
kaulah jua pemilik cerita
hikayat duka dan gembira
lebih halus dari yang halus
membaca angin dan awan
ayatmu berarak lebih dari mashriq hingga maghrib
bahkan pohon yang masyur itu
hanya bagian kecil dari ceritamu
tak satupun yang mampu menghitung
suara-suara yang bercerita
betapa agung yang menulisnya
pada lembaran cahaya
yang memancar mulia
semua tiada selain kau saja
Surabaya, 25 Juli 2008
Langganan:
Postingan (Atom)